bachkim24h.com, Jakarta – Ke depan, pabrikan China diperkirakan akan menguasai sepertiga pasar kendaraan listrik global pada tahun 2030. Hal ini disebabkan oleh perang harga dan inovasi yang agresif.
Hal ini berdasarkan penelitian dari International Institute for Management Development (IMD) dan komentar dari Howard Yu, direktur Center for Future Readiness IMD.
Seperti diketahui, beberapa produsen mobil asal China menjual kendaraan listrik dengan harga murah.
Hal ini memberikan keunggulan kompetitif dan menimbulkan ancaman serius bagi produsen mobil di Eropa dan negara lain.
Tiongkok memimpin industri kendaraan listrik dan menikmati booming karena harga menjadi lebih murah. Baru-baru ini, Presiden AS Joe Biden mengumumkan bahwa pajak telah dinaikkan sebesar 100%.
Tirai Bambu Undang-undang ini diberlakukan oleh produsen kendaraan listrik Amerika untuk mencegah perambahan kendaraan listrik dari luar negeri.
Menanggapi hal tersebut, Yu mengatakan ke depan produsen kendaraan listrik China akan menerapkan sistem label putih untuk menghindari peraturan tarif.
Jadi mirip dengan metode “Intel Inside”. Produsen laptop menggunakan prosesor Intel, bukan CPU mereka sendiri. Oleh karena itu, pabrikan China akan menjual peralatan, baterai, teknologi, atau semikonduktor.
Sementara itu, BYD juga memasok chipset dari pabrik semikonduktornya ke Fiat dan Toyota Tiongkok. Jadi hal serupa kemungkinan besar akan terjadi di negara lain, termasuk Amerika Serikat, dalam waktu dekat.
“Margin keuntungannya bisa sangat besar. Misalnya, tidak ada produsen yang menghasilkan uang dengan merakit AC. Uang terbesar ada pada produsen kompresor. Hal yang sama berlaku untuk komputer. Merakit PC tidak menghasilkan lebih banyak uang daripada orang yang menjualnya. .” Jadi menurut saya industri otomotif juga bergerak ke arah yang sama,” ujarnya.
Produsen kendaraan listrik asal Tiongkok, termasuk BYD, belakangan gencar melakukan ekspor ke berbagai pasar di Asia Tenggara, termasuk Indonesia. Hal itu dilakukan agar lebih banyak produk yang bisa diproduksi untuk pasar China.
Potensi kini dianggap tinggi. Hal ini memperkuat posisi Indonesia sebagai hub manufaktur EV di Asia Tenggara. Yu menawarkan beberapa opsi:
Pertama, membuat kebijakan, undang-undang, dan insentif untuk mendukung adopsi dan produksi kendaraan listrik. Misalnya, jika pajak, subsidi, tol, dan persyaratan lokal tidak dikecualikan.
Kedua, fokus pada elektrifikasi angkutan umum (bus, kendaraan roda dua, kendaraan roda tiga) dan kapal niaga. Karena itu mahal.
Langkah ketiga adalah menarik investasi asing dan kerja sama di bidang produksi kendaraan listrik, produksi baterai, dan pengolahan mineral. Keempat, penting untuk memanfaatkan cadangan nikel Indonesia yang besar dan memberikan insentif.
Memberikan keringanan pajak dan subsidi kepada produsen kendaraan listrik dan baterai. Perluasan kapasitas produksi dan peningkatan produksi baterai dan kendaraan listrik diharapkan.
Ke depan, Indonesia mampu bersaing dengan China, Korea, dan Jepang yang memiliki teknologi dan produksi baterai yang maju.
Kelima, bekerja sama dengan negara-negara Asia Tenggara lainnya untuk menyepakati standar, insentif, dan infrastruktur kendaraan listrik. Hal ini dapat menciptakan pasar dan rantai pasokan lokal.
Sumber: Oto.com