Categories
Kesehatan

Kisah Yahya Kurniawan, Pria yang Berani Vasektomi Demi Kesehatan Istri Tercinta

bachkim24h.com, Jakarta – Vasektomi seringkali dipandang dengan ketakutan dan kecurigaan oleh banyak pria, dipengaruhi oleh mitos dan stigma seputar prosedur tersebut.

Namun di balik keraguan tersebut terdapat cerita positif dari pria yang telah menjalani vasektomi pria dan merasakan manfaatnya.

Salah satu contohnya adalah Yahya Kurniawan, pria berusia 51 tahun yang memilih menjalani vasektomi pada tahun 2008 saat ia berusia 35 tahun.

Keputusan Yahya untuk menjalani vasektomi didasarkan pada pengalaman istrinya menghadapi komplikasi dari berbagai jenis alat kontrasepsi yang digunakannya.

“Awalnya yang pakai KB adalah istri saya. Setelah beberapa jenis KB, ada yang tidak cocok, ada yang sampai berdarah,” ujarnya saat diwawancarai Health bachkim24h.com, Minggu, 5 Mei 2024.

Sang istri juga mencoba berbagai jenis pil KB, sehingga dia menerima terapi hormon jangka panjang.

Lalu saya berinisiatif untuk melakukan KB, bukan istri saya yang melanjutkan terapi hormon, tambah Yahya.

Setelah mencari informasi memadai mengenai vasektomi, termasuk prosedur, efektivitas, dan efek sampingnya, Yahya membahas keputusan menjalani vasektomi pria bersama istrinya.

Keputusan ini diambil secara bersama-sama setelah melalui pertimbangan yang matang, menunjukkan adanya kesadaran dan keterlibatan aktif keduanya dalam mengelola kesehatan reproduksi keluarga.

Menurut situs Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana (BKKBN), vasektomi adalah operasi kecil (minor operating) yang dilakukan untuk mencegah pengangkutan sperma ke testis dan penis.

Dengan kata lain, vasektomi adalah tindakan klinis untuk menghentikan kemampuan pria dengan cara melakukan transplantasi vasa deferina sehingga aliran transportasi sperma terhambat dan tidak terjadi proses pembuahan (penyatuan dengan sel telur).

Lebih lanjut, Yahya mengatakan, syarat menjalani vasektomi saat itu adalah jika dirinya memiliki minimal dua orang anak dan anak bungsu berusia lima tahun.

“Karena kebetulan saat itu saya sudah memenuhi syarat, saya mempunyai 2 anak, dan yang bungsu berusia 5 tahun, maka saya diberi kesempatan untuk melakukan vasektomi,” kata Yahya.

Prosedur yang dilakukannya relatif singkat. Hanya membutuhkan waktu 10 menit karena ini bukan operasi besar. 

Yahya menjelaskan, setelah menjalani prosedur, ia bisa beraktivitas seperti biasa dan tidak berakhir di rumah sakit, “bekas lukanya sangat kecil, kurang dari 1 cm.” 

Pasca tindakan vasektomi, pasien tetap disarankan untuk menggunakan alat kontrasepsi jenis lain saat berhubungan intim, karena tetap memerlukan pemeriksaan dan pemeriksaan laboratorium terhadap sperma atau air mani.

“Setelah sekitar 12 kali ejakulasi, mereka meminta ke laboratorium untuk memeriksa kualitas spermanya,” kata Yahya.

Jika akhirnya dinyatakan terjadi azoospermia atau tidak adanya sperma pada air mani saat ejakulasi, berarti vasektomi yang dilakukan bisa dikatakan berhasil dan pasien bisa berhenti menggunakan alat kontrasepsi lain.

Salah satu kekhawatiran terbesar pria yang mempertimbangkan vasektomi adalah bagaimana prosedur ini akan memengaruhi kehidupan seks mereka. Mitos dan kesalahpahaman mengenai vasektomi dan pengaruhnya terhadap seksualitas seringkali tersebar sehingga menimbulkan keraguan dan kekhawatiran.

Padahal, kata Yahya, vasektomi sama sekali tidak mempengaruhi kesuburan. 

Setahu saya tidak ada efek samping. Jadi aktivitas seksual tetap berjalan seperti biasa, ejakulasi tetap ada, ujarnya.

Hal ini disebabkan oleh prosedur vasektomi yang hanya mengikat dan memotong saluran pembawa sperma dari testis. Sedangkan ejakulasi adalah keluarnya sperma atau air mani yang tetap keluar meski tidak ada sperma di dalamnya.