bachkim24h.com, Jakarta – Permasalahan perjudian online atau judo tidak hanya berkaitan dengan masalah ekonomi, tetapi juga berkaitan dengan kesehatan, khususnya kesehatan mental.
Hal tersebut diungkapkan Adib Humaydi, Ketua Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB IDI). Menurut Adib, dampak kesehatan dari perjudian online bahkan bisa menjadi epidemi.
“Dari sudut pandang kesehatan, bukan tidak mungkin perjudian online menyebabkan apa-apa, dan ya, jika dimasukkan dalam konteks penyakit menular, maka akan terjadi epidemi perjudian online,” kata Adib. konferensi pers pernyataan online, Anna (26/26/2024).
“Ini adalah masalah yang sangat kronis dan kami tahu bahwa dampak negatif perjudian online terhadap kesehatan mental adalah ancaman tersembunyi.” Seperti kecanduan dan masalah mental lainnya, stres, depresi, kecemasan,” kata Adib.
Sementara itu, psikiater spesialis kecanduan FKUI-RSCM Christiana Siste memberikan penjelasan serupa.
Menurutnya, pasien kecanduan judi online mulai datang ke klinik kecanduan RSCM pada tahun 2021, tepatnya di masa pandemi COVID-19. Hingga pandemi berakhir, jumlah pasien akan terus meningkat, apalagi akses pinjaman online (pinjol) semakin mudah.
Ia mengatakan penanganan pasien kecanduan game online berbeda dengan pasien kecanduan game online.
“Anda tidak bisa menghapus situs atau aplikasi untuk game online, tapi game online bisa dihapus,” kata Siste.
Berdasarkan pantauan Syst, mayoritas pasien kecanduan game online di klinik kecanduan RSCM adalah masyarakat usia kerja, mulai dari remaja hingga dewasa berusia 40-an.
Namun, kami juga melihat pasien berusia di atas 60 tahun, katanya.
Setiap pasien memiliki cerita berbeda tentang bagaimana mereka mulai bermain game online. Salah satu pasiennya, berusia 26 tahun, mulai bermain game online setelah mengalami kecelakaan mobil. Seorang karyawan sedang membutuhkan uang karena kecelakaan.
Lalu ia mengambil pinjaman online karena butuh uang cepat. Setelah terjun ke pinjaman online, ia memikirkan cara menghasilkan uang lebih cepat, yakni bermain online.
Ada lagi pasien berusia 30-an yang suka mengoleksi barang-barang mewah hingga pengeluarannya mulai meningkat.
Dia memutuskan untuk bermain di kasino untuk mendapatkan banyak uang guna memuaskan keinginannya untuk membeli barang-barang mewah.
Awalnya game ini dimainkan secara offline dan beralih ke online setelah lebih mudah digunakan, dan saat itu juga sedang terjadi pandemi COVID-19.
“Tapi dia beralih dari permainan kasino ke sepak bola karena dia juga suka bermain sepak bola. Saat pertandingan sepak bola, dia kehilangan kendali.”
Kedua kasus kecanduan judi online di atas memang berbeda, namun memiliki satu kesamaan yaitu sama-sama menang.
Pasien pertama memenangkan perjudian dengan total Rp 80 juta. Sedangkan pasien kedua mendapat uang sebesar Rp 50 juta.
Kemenangan palsu ini membuatnya semakin bersemangat memainkan permainan tersebut hingga ia menyadari bahwa kerugiannya telah mencapai jutaan rupee. Pasien pertama kehilangan Rp2 miliar dan pasien kedua kehilangan Rp3 miliar.
“Seperti kasus pertama, yang selalu dia ingat adalah kemenangannya, tapi kekalahannya tidak pernah bertambah. Saat kalah, dia merasa harus bertaruh sepak bola lagi untuk menebus banyak kekalahannya,” kata Siste.
Kesalahpahaman seperti ini membuat mereka tidak menyadari bahwa apa yang mereka lakukan justru menambah kerugian mereka. Sehingga mereka membutuhkan psikiater untuk memulihkan kesehatan mentalnya agar bisa berpikir logis kembali.