Categories
Kesehatan

Ini 5 Gaya Hidup yang Bisa Tingkatkan Risiko Alzheimer, Hindari Dari Sekarang

bachkim24h.com, Jakarta – Penyakit Alzheimer, penyakit neurodegeneratif yang merusak otak dan menyebabkan penurunan daya ingat, berpikir, dan berperilaku, menjadi ancaman yang menakutkan bagi banyak orang.

Selain usia, ada beberapa faktor gaya hidup yang meningkatkan risiko terkena penyakit ini.

Memahami dan menghindari gaya hidup berisiko ini merupakan langkah penting dalam mencegah penyakit Alzheimer dan menjaga kesehatan otak di hari tua.

Dokter Spesialis Saraf, Gea Pandita S, M.Kes., Sp. En menjelaskan 5 kebiasaan gaya hidup yang dapat meningkatkan risiko terkena penyakit Alzheimer di kemudian hari. 

1.kurangnya aktivitas fisik

Aktivitas fisik memiliki banyak manfaat bagi kesehatan otak sehingga menjadi faktor penting dalam mencegah penyakit Alzheimer. 

“Gaya hidup sedentary juga berbahaya,” kata Gea. Aktivitas fisik yang dianjurkan adalah latihan kardio dengan ritme yang teratur. Salah satu contohnya adalah jalan kaki rutin dengan kecepatan tetap selama 30 menit setiap hari.

2. Anda sering tidur larut malam.

Tubuh mengandung hormon melatonin yang mencegah kerusakan cepat pada sel-sel tubuh, termasuk sel otak. Hormon ini diproduksi saat tidur tanpa rangsangan cahaya pada pukul 21.00 hingga 03.00.

“Jadi cobalah untuk mengembangkan kebiasaan selalu tidur antara jam 9 malam hingga jam 3 pagi dan tidak menyalakan lampu. Seharusnya cahayanya redup,” kata Gea.

3. Merokok

Risiko ini lebih tinggi terjadi pada perokok dan mereka yang telah merokok selama bertahun-tahun.

4. Pola makan yang tidak sehat

Asupan makanan juga berdampak signifikan terhadap kesehatan otak. Gea menyarankan The Mind Diet yang sangat bermanfaat bagi kesehatan otak.

Salah satu poin diet ini adalah mengonsumsi makanan tinggi kolin untuk mencegah penyakit Alzheimer, seperti olahan kedelai seperti tempe.

5. Stimulasi otak tidak cukup

Otak dapat distimulasi dengan membaca, mengerjakan teka-teki silang, atau mempelajari hal-hal baru. Jika tidak, sel-sel otak akan lebih cepat rusak sehingga bisa memicu penyakit Alzheimer.

 

 

Penyakit Alzheimer dan demensia adalah dua hal yang saling berkaitan. Gea mengatakan, penyakit Alzheimer merupakan salah satu jenis demensia.

“Penyakit Alzheimer itu demensia atau salah satu jenis demensia,” jelas Gea.

Penyakit Alzheimer adalah jenis demensia yang paling umum, mencakup 60 hingga 80 persen dari seluruh kasus demensia. Sedangkan jenis demensia lainnya antara lain demensia tubuh kecil, penyakit Parkinson, demensia vaskular, dan sebagainya. 

Ada tiga hal yang bisa dijadikan tanda awal demensia Alzheimer. Penurunan Kognitif (penurunan fungsi kognitif) Aktivitas Kehidupan Sehari-hari (Activities of Daily Living) Gejala Perilaku dan Psikologis (Behavioral and Psychological Gejala)

Gea mengatakan, seseorang baru bisa terdiagnosis demensia Alzheimer jika mengalami 2 dari 3 gejala.

Gejala pertama, yaitu gangguan kognitif, dapat berupa penurunan perhatian dan daya ingat, gangguan visuospasial, atau kemampuan mengambil keputusan yang mulai menurun.

“Jika gangguan penurunan kognitif ini mengganggu aktivitas Anda sehari-hari, berhati-hatilah untuk tidak menyalakannya,” kata Gea.

Apalagi jika hal ini dibarengi dengan masalah perilaku dan psikologis. Misalnya saja ia mudah curiga dan tersinggung, atau bahkan berhalusinasi.

Hingga saat ini, menurut Gea, penyakit Alzheimer belum bisa disembuhkan sepenuhnya. “Teknologi saat ini hanya bisa disebut “penghambatan”, manajemen gejala. Tapi mereka tidak bisa menyembuhkan.”

Proses pengobatan hanya dapat memperlambat perkembangan penyakit Alzheimer sehingga tidak berkembang ke tahap yang lebih parah. 

“Karena teknologi untuk memulihkan otak yang mengecil (akibat usia dan penyakit Alzheimer) belum ada,” kata Gea. Untuk saat ini, pasien hanya bisa mengandalkan obat-obatan yang mampu mengendalikan gejala penyakit Alzheimer.