bachkim24h.com, JAKARTA — Asisten Direktur Departemen Pembangunan Ekonomi dan Keuangan (Indef) Eko Listiyanto berpesan kepada pelaku usaha dan investor sektor infrastruktur untuk mengambil serangkaian langkah dalam pelaksanaan proyek infrastruktur yang rasional dengan mengutamakan keselamatan. dan keamanan serta keamanan sebagai akibat dari prospek konflik Iran-Israel.
“Selagi kita menunggu ketegangan geopolitik di Timur Tengah mereda, sebaiknya pengusaha atau investor menjalankan proyek infrastruktur secara rasional dengan mengutamakan keselamatan dan keamanan,” kata Eko kepada ANTARA di Jakarta, Rabu (17/4/2024).
Ia juga mengatakan para pengusaha dan investor juga harus mengantisipasi kemungkinan dampak konflik Israel-Iran dengan melakukan lindung nilai. Dengan demikian, ketika pengusaha atau investor menjalankan proyek infrastruktur, mereka terlindungi dari risiko seperti fluktuasi nilai tukar rupee.
Dengan lindung nilai, meskipun harga impor kemudian meningkat karena nilai tukar, pedagang pada awalnya memiliki jaminan kontrak bahwa harga yang diterimanya tidak terpengaruh oleh risiko kenaikan nilai tukar.
Ekonom Indef ini memperkirakan dampak konflik Iran-Israel terhadap infrastruktur terutama bersifat umum karena ketika konflik ini terjadi, dampak langsungnya adalah tidak stabilnya sektor keuangan, terutama nilai tukar rupiah yang melemah terhadap dolar AS.
Jika nilai tukar rupiah melemah terhadap dollar Amerika tentunya pemilik proyek memanfaatkannya ketika membangun infrastruktur, misalkan nilai tukar rupiah terhadap dollar Amerika adalah Rp 15.500 per 1 dolar Amerika. Jika mengalami kenaikan sebesar Rp 1000 di atas asumsi, hal tersebut dapat mempengaruhi biaya tetap seperti biaya pengadaan bahan, peralatan dan teknologi konstruksi seperti semen, baja dan teknologi smart building.
Hal ini tentu saja berdampak pada peningkatan biaya overhead yang berarti nilai proyek atau biaya pelaksanaan proyek infrastruktur juga akan meningkat. Dan biasanya, jika nilai tukar rupee melemah, kontraktor proyek dan investor harus menghitung ulang biaya dan jangka waktu pelaksanaan proyek. Faktanya, hal ini biasanya dapat dikurangi dengan adanya kontrak yang meminimalkan dampak-dampak tersebut.
Hal kedua, menurut Eko, yang mungkin mendasar adalah biaya energi atau bahan bakar. Oleh karena itu, fenomena ini berdampak pada Iran sebagai salah satu pemasok minyak terpenting di dunia.
“Jika konflik Iran-Israel terus berlanjut, kemungkinan harga minyak dunia akan melebihi US$100 per barel dan hal ini dapat mengganggu stabilitas proyek infrastruktur,” kata Eko.
Lanjutnya, karena selain bahan baku bahan bangunan, pekerjaan pendistribusian bahan tersebut juga membutuhkan bahan bakar. Hal ini akan menjadi kekhawatiran, dimana biaya distribusi akan meningkat dan pada akhirnya mempengaruhi harga jual produk bahan bangunan dan biaya pelaksanaan proyek infrastruktur. Jadi bahaya terbesar di sini.
“Saya yakin rantai pasok global di sektor infrastruktur kemungkinan besar akan terpengaruh oleh impor mesin, alat berat, atau teknologi infrastruktur jika dikaitkan dengan rantai pasok global. Untuk rantai pasok bahan konstruksi atau bahan baku, Indonesia Tidak mengimpor dari negara lain, tapi kalau untuk alat berat, mesin konstruksi, atau teknologi seperti smart dan green building, Indonesia masih mengimpornya,” ujarnya.