bachkim24h.com, Jakarta Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif enggan memperkirakan sejauh mana kecurigaan negara terhadap izin usaha pertambangan (IUP) PT Timah Tbk atas dugaan korupsi dalam sistem tata niaga timah. Menurut dia, ada lembaga negara yang berhak menentukan nilai tersebut.
Arifin mengaku tak mau gegabah dalam menghitung kerugian negara. Karena itu, dia tidak membeberkan kerugian apa yang akan dialami negara. “Kami tidak mau ada kalkulasi,” kata Arifin saat ditemui, Jumat (4/5/2024) di Kantor Kementerian ESDM, Jakarta. Potensi kerugian Rp 271 triliun
Diketahui, Kejaksaan Agung (Kejagung) sebelumnya menggandeng pakar lingkungan hidup Institut Pertanian Bogor (IPB) Bambang Hero Saharjo untuk menghitung potensi kerugian. Menurut perhitungannya, angka tersebut sebesar Rp 271 triliun.
Angka tersebut mengacu pada kerugian ekonomi akibat kondisi ekologi yang terkena dampak pertambangan. Sementara kerugian negara akibat kasus dugaan korupsi ini masih didalami.
Ia menegaskan, perhitungan kerugian negara berada di tangan Badan Pengendalian Keuangan (FPA).
“Hak dan kewajiban siapa yang menghitungnya? KFT,” tegasnya.
Sebelumnya, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif buka-bukaan soal dugaan korupsi sistem tata niaga di Izin Usaha Pertambangan (IUP) PT Timah Tbk. Ia menilai kasus tersebut perlu diselidiki lebih lanjut.
Arifin menilai kasus dugaan korupsi yang diperkirakan merugikan perekonomian negara Rp 271 triliun itu berada di ranah perusahaan. Perizinan pertambangan dalam hal ini ditangani oleh Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral.
“Iya, itu perusahaan kan? Kita kan hanya terkait izin pertambangan. Tapi memang perlu mendalami lebih dalam lagi,” kata Arifin saat berbicara di Kantor Kementerian ESDM di Jakarta, Jumat (4/8/2021). 5/2024) terpenuhi. .
Menurut dia, kerja sama dinas sangat diperlukan dalam hal tersebut. Semoga hal ini dapat diterapkan secara menyeluruh.
Ia mengatakan, sebagai langkah yang diharapkan ke depan, perlu dilakukan pendataan bahan baku mineral seperti timah. Saat ini pendataan tersebut hanya berlaku untuk batubara.
Sistem tersebut mengacu pada Sistem Informasi Mineral dan Batubara (Simbara). Rencana jangka pendeknya adalah melakukan pengumpulan data untuk nikel. Dia tidak menutup kemungkinan ada jenis mineral lain yang masuk dalam pendataan.
“Iya memang perlu kita tambah batu baranya. Sekarang tinggal mendatangkan nikelnya saja, langsung ke yang lain, mineral yang lain. Itu bahannya, mineralnya, kita tahu dari mana asalnya,” ujarnya.
Ya, masih banyak yang harus diperbaiki dari daerah sampai pusat. Iya datanya. Kita perlu sempurnakan. Supaya ke depan manajemennya bisa banget. (meningkatkan),” pungkas Arifin.