JAKARTA – Hanya 2 persen data di Pusat Data Sementara Nasional (PDNS) 2 yang bisa dipulihkan atau dibackup di pangkalan PDNS. Akibatnya, Disaster Recovery Center (DRC) tidak bisa memulihkannya.
Hinsa Siburian, Kepala Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN), mengatakan hanya 2 persen data yang tersimpan di Pusat Data Sementara Nasional (PDNS) 2.
Sesuai Peraturan BSSN No. 4 Tahun 2021 tentang Pedoman Pengelolaan Keamanan Informasi Sistem Pemerintahan Berbasis Elektronik, diperlukan cadangan data di Pusat Data Nasional.
Namun, banyak kementerian dan organisasi yang “enggan”, enggan melakukan backup atau pencadangan data.
Oleh karena itu, data yang terkena serangan ransomware di PDNS 2 tidak dapat dipulihkan, kata PT Telkom Indonesia Tbk Herlan Wijanarko, Direktur Jaringan & Solusi IT.
“Kami tidak bisa memulihkan data yang terkena ransomware, jadi kami tetap menggunakan sumber daya yang kami miliki,” kata Herlan.
PDNS2 digunakan oleh 282 organisasi pusat dan daerah. Karena Ransomware, data dikunci atau dienkripsi.
Herlan juga mengatakan tidak ada backup data, sistem PDNS 2 terisolasi sehingga tidak ada yang bisa mengaksesnya. “Kami telah menghentikan masukan dari luar,” katanya.
Karena serangan ransomware terhadap PDNS hanya dapat mempertahankan 2% data, maka fasilitas Disaster Recovery Center (DRC) tidak dapat digunakan.
DRC akan menyimpan salinan lengkap semua data penting termasuk data konfigurasi, data operasional, dan data pelanggan.
Tujuan utama DRC adalah memastikan kelangsungan bisnis jika terjadi bencana atau gangguan besar. Dengan hanya 2% data yang tersedia, DRC tidak dapat mencapai tujuan ini karena banyak sistem dan aplikasi tidak dapat berfungsi dengan baik tanpa data yang lengkap.
Kongo harus dapat memulihkan semua sistem dan data yang terkena dampak dengan cepat dan efisien.
DRC yang tepat harus memiliki salinan lengkap data penting dan mampu memulihkan sistem dan operasi bisnis dengan cepat dan efisien jika terjadi bencana atau gangguan.