JAKARTA – Memburuknya data ekonomi memicu kekhawatiran Amerika Serikat berada di ambang resesi. Ancaman resesi Amerika tentunya tidak hanya berdampak pada perekonomian global, tapi juga Indonesia.
Vijayanto Samirin, Ekonom Universitas Paramadina, mengatakan perekonomian AS menyumbang 26 persen perekonomian dunia, dan kapitalisasi pasar modalnya setara dengan 46 persen dari total kapitalisasi pasar modal dunia.
Tentu saja, kalau ekonomi Amerika sedang demam, maka seluruh dunia juga ikut demam, termasuk Indonesia, ujarnya kepada Sindonews, Selasa (6/8/2024).
Saat ini, sebagian kalangan khawatir perekonomian AS menunjukkan tanda-tanda resesi serius. Vijayanto mengatakan, jika kekhawatiran tersebut benar, maka panasnya perekonomian Amerika Serikat akan ditransfer ke Indonesia melalui tiga jalur.
Pertama, jalur perdagangan. Sebagai salah satu sumber penting surplus perdagangan Indonesia, perlambatan perekonomian AS secara langsung akan menekan surplus perdagangan Indonesia.
Selain itu, melemahnya permintaan AS terhadap produk-produk mitra dagangnya, seperti Tiongkok, Thailand, Taiwan, dan Vietnam, menurunkan permintaan terhadap produk negara-negara tersebut dan mengimpor produknya ke pasar lain, termasuk Indonesia.
“Kedua hal ini pasti akan berdampak pada pabrikan kita, baik yang berorientasi ekspor maupun pabrikan dalam negeri,” jelasnya.
Kedua, melalui jalur investasi. Ketidakpastian global menyebabkan investor menunda keputusan investasi dan mengalihkan investasi dari negara berisiko tinggi, termasuk Indonesia, ke negara yang lebih aman.
Hal ini mempengaruhi minat investor untuk membeli SBN sehingga melemahkan stabilitas keuangan pemerintah. Selain itu, harga saham perseroan di Bursa Efek Indonesia (BEI) juga turun.