Categories
Sains

Gaza, Pesawat Nirawak Rintisan Iran yang Ancam AS

JAKARTA – Iran sedang mengembangkan kendaraan udara tak berawak (UAV) baru bernama Gaza. Kekuatannya disebut setara dengan militer Israel.

Diberitakan JPost, Senin (25/3/2024) pesawat Gaza mampu membawa hingga 13 bom dan bermesin turbojet. Ini adalah mesin yang dapat dibawa sejauh ribuan kilometer, menggunakan teknologi baru ini untuk mengancam Israel.

UAV baru ini merupakan versi upgrade dari Shahed 129 yang diluncurkan pada September 2012. UAV ini mirip dengan UAV Hermes 450 Israel namun lebih besar.

Sumber terpercaya di Iran memperkirakan UAV ini dapat membawa lebih dari delapan bom dan dirancang untuk menargetkan target bergerak dan stasioner. Kapasitasnya juga mampu membawa rudal Sadid-1. Bahkan, senjata baru Iran ini digadang-gadang menjadi UAV berkemampuan senjata kedua setelah kendaraan udara tak berawak lainnya, Karar.

Iran telah memperdagangkan berbagai senjata di tingkat internasional sejak sanksi PBB terhadap senjata dan ekspor UAV Iran dicabut pada Oktober 2023. Hal ini menimbulkan kekhawatiran antara AS dan sekutunya. Pasalnya, pemerintah di Teheran telah memasok senjata kepada sekutunya di Timur Tengah selama bertahun-tahun untuk mendukung operasi mereka.

Senjata Iran diyakini telah memainkan peran utama dalam konflik tidak langsung antara Iran dan AS, termasuk pembunuhan tiga prajurit Amerika dalam serangan UAV pada bulan Januari di Yordania oleh pasukan Irak yang didukung Teheran.

Kesepakatan pertahanan Iran baru-baru ini mencakup perjanjian untuk menjual rudal balistik jarak pendek ke Moskow, menurut sumber-sumber Amerika, dan pengiriman UAV bunuh diri ke pemerintah Sudan.

“Kualitas seperti itu, tapi harganya setengah dari harga pesaingnya,” kata seorang pejabat Sudan sambil membandingkan UAV baru Iran dengan pesaingnya.

“Saya sangat terkesan dengan teknologi rudal ini,” kata seorang pejabat senior angkatan udara Qatar.

UAV baru Iran mewakili upaya untuk melampaui MQ-9 Reaper buatan AS, yang digunakan untuk melenyapkan Qasem Soleimani pada tahun 2020.