bachkim24h.com, Jakarta Indonesia mendapat laporan TBC tertinggi pada tahun 2022 dan 2023. Sebagian besar kasus terjadi sejak sistem deteksi dan pelaporan ditingkatkan.
Pada tahun 2022, lebih dari 724.000 kasus baru TBC terdiagnosis dan pada tahun 2023 jumlahnya meningkat menjadi 809.000.
Jumlah ini jauh lebih tinggi dibandingkan sebelum pandemi COVID-19 yang rata-rata jumlah kasusnya kurang dari 600.000 per tahun.
Mendeteksi TBC mirip dengan mendeteksi COVID-19, yang berarti bahwa jika penyakit ini tidak dites, diidentifikasi dan dilaporkan, maka angkanya mungkin akan terlihat lebih rendah, sehingga mengakibatkan tidak adanya pelaporan. Akibatnya, pasien TBC tidak diobati dan menyebarkan infeksinya.
“Deteksi TBC sebelum pandemi mencapai 40-45% dari perkiraan kasus TBC. “Sehingga masih banyak kasus yang tidak terdiagnosis atau tidak dilaporkan,” kata Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular, Dr. Imran Pambodi di Jakarta, 20 Januari 2024.
Jika diketahui lebih banyak, maka kemampuan penyembuhan orang yang terluka akan meningkat dan penyakit menular dapat dikurangi.
Sebagai bagian dari upaya perbaikan, Kementerian Kesehatan menyempurnakan sistem identifikasi dan pelaporan agar datanya real-time. Selain itu, laboratorium/fasilitas kesehatan dapat melaporkan secara langsung sehingga meningkatkan data dan deteksi kasus.
Akibatnya, 60% penderita TBC yang sebelumnya tidak terdiagnosis, kini hanya 32% kasus yang tidak terdiagnosis. Oleh karena itu, kasus atau laporannya lebih baik karena lebih banyak dari perkiraan angka yang diberikan WHO, kata Imran, Kamis. 1) berkata. /2/2024) Kutipan Sehat Negeriku.
Lebih lanjut Imran mengatakan, Kemenkes telah banyak melangkah sehingga mencatat banyak keberhasilan.
Pertama, Kementerian Kesehatan berhasil mendeteksi 90% kasus baru. 100% kasus baru telah pulih. Termasuk 90% pasien sembuh total.
Kedua, 58% masyarakat mendapatkan pengobatan pencegahan TBC (TPT).
Imran menjelaskan, sistem pelaporan sudah diperbaiki melalui sistem pelaporan khusus tuberkulosis, Sistem Informasi Tuberkulosis (SITB).
Sistem ini dapat diakses oleh seluruh tenaga kesehatan di fasilitas pelayanan kesehatan (fasin).
Perbaikan juga dilakukan melalui penerapan program Campuran Pemerintah-Swasta (PPM) untuk meningkatkan keterlibatan fasilitas pelayanan kesehatan pemerintah dan swasta dalam penanggulangan tuberkulosis.
Dengan langkah intervensi tersebut, lanjut Imran, fasilitas kesehatan dapat segera melaporkan kasus TBC melalui SITB. Kemudahan pelaporan menyebabkan peningkatan data penemuan kasus TBC.
Peningkatan jumlah kasus berarti semakin banyak penderita TBC yang dapat didiagnosis dan diobati.
Imran mengatakan pada tahun 2020 dan 2021 angka kejadian tuberkulosis di Indonesia meningkat sebesar 14,9% per tahun dan pada tahun 2021 dan 2022 jumlah kasus mencapai 42,3% per tahun.
Angka kejadian tuberkulosis meningkat pada tahun 2023 namun akan menurun pada tahun 2024.
“Jika kita terus menemukan kasus TBC pada saudara kita yang mengidap TBC, kita berharap jumlah kasus TBC di Indonesia akan menurun di tahun-tahun mendatang.”
Sebagai upaya pencegahan TBC, Imran menghimbau masyarakat untuk hidup bersih dan sehat.
Masyarakat harus menghindari kontak dengan penderita TBC dan menjaga kekebalan tubuh dengan pola makan seimbang dan olahraga.
Jika risikonya tinggi, masyarakat disarankan untuk mendapatkan vaksinasi BCG dan pemeriksaan kesehatan secara rutin.
“Tuberkulosis adalah masalah kesehatan global. “Melalui kesadaran yang lebih besar, akses terhadap perawatan dan tindakan pencegahan, bersama-sama kita dapat mengendalikan penyebaran penyakit ini dan melindungi kesehatan masyarakat,” tutupnya.