Categories
Bisnis

Mampu Produksi 302 Ton Green Hidrogen Sehari, PGE Minta Dukungan Insentif ke Pemerintah

bachkim24h.com, Jakarta Indonesia hampir pasti berpotensi menjadi pemain hidrogen utama dunia. Hal ini tidak lepas dari keberadaan cadangan geologi yang melimpah di Tanah Air Namun, dukungan tambahan diperlukan jika potensi hidrogen yang sangat besar ingin dieksploitasi

Zulfi Hadi, Pimpinan PT Pertamina Geothermal Energy TB (PG), mengatakan banyak dukungan yang bisa diberikan pemerintah untuk meningkatkan penggunaan hidrogen. Yang pertama adalah pembebasan pajak penghasilan badan dan pajak impor untuk fasilitas produksi hidrogen ramah lingkungan.

Lalu ada subsidi untuk biaya dan pendanaan hidrogen hijau, misalnya dengan mengalihkan alokasi subsidi dari energi fosil, pajak karbon, dan sebagainya. Kemudian membahas regulasi mulai dari regulasi ekspor, standar produksi dan skema distribusi tenaga listrik

“Bisa bicara di Jawa, Sumatra, kemungkinan mengekstraksi energi dari jaringan listrik. Produk hidrogen hijau bisa dimulai karena transportasi (listrik) adalah biaya yang besar untuk pengembangan hidrogen. Ide untuk hanya menggunakan biaya karena perhitungan kami terbatas. Apalagi jika ada biaya transportasi, jelas Zulfi dalam sesi DETalk status dan tren ekonomi hidrogen yang digelar Selasa (4/2/2023).

PGE sendiri masih dalam tahap proyek percontohan pengembangan hidrogen ramah lingkungan Namun tidak berhenti sampai disitu saja, kami juga menjajaki berbagai kolaborasi untuk mencari pasar hidrogen, misalnya dalam pilot project di Ulubelu, Sumatera Selatan, yang berkolaborasi dengan Keppel dan Vevron untuk pasar Singapura. Selain Tepco Jepang, Lahendong juga memiliki mitra potensial di Timur Tengah dan Eropa

 

 

Zuffli mengatakan strategi PGE untuk mengembangkan hidrogen hijau ada dua, yaitu uji coba, kelayakan teknis, dan peningkatan tahap II, yaitu mencapai kelayakan komersial.

“Kami sedang mengerjakan bukti konsep, implementasi, dan bukti akselerasi dan perluasan pasar. Jadi kami sedang menguji proyek paralel pasar bukti agar bisa bekerja lebih cepat,” kata Zulfi.

Berdasarkan data yang disampaikan perseroan, PGE sendiri menargetkan mampu memproduksi hidrogen ramah lingkungan (green hydrogen) dengan kapasitas lebih besar di masa depan, yakni setara dengan 302 ton hidrogen atau 110 kt per hari, sesuai rencana pengembangan bisnis perseroan.

Hal ini mengingat PGE mampu mencapai target kapasitas panas bumi lebih dari 1,5 gigawatt (GW) dalam 5-10 tahun ke depan. Saat ini kapasitas panas bumi PGE baru mencapai 672 megawatt (MW).

Krishnawan Anditya, Kepala Pusat Data dan Teknologi Informasi (PUSDAT) Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, mengatakan sikap pemerintah terhadap pengembangan hidrogen sudah jelas. Ia mengatakan, pemerintah sebenarnya telah membuat peta jalan unik agar hidrogen bisa dibicarakan di masa depan.

“Mengurangi ketergantungan pada bahan bakar fosil melibatkan pengembangan pasar hidrogen dalam negeri dan mengekspor hidrogen serta produknya ke pasar global untuk mencapai tujuan dekarbonisasi,” jelas Krishnavan.

Saat ini hidrogen digunakan secara industri di Indonesia terutama sebagai bahan baku pupuk. Konsumsi hidrogen di Indonesia saat ini sekitar 1,75 juta ton (IEA, 2022), didorong oleh urea (88%), amonia (4%) dan kilang minyak (2%). Sebagian besar penggunaan hidrogen dalam industri saat ini berasal dari gas alam

Pemerintah juga akan mengembangkan potensi pasar dalam negeri. Sektor transportasi adalah salah satunya Sektor bus dijadwalkan akan dimulai pada tahun 2040, dengan beberapa bus memasok hidrogen dengan kebutuhan awal sebesar 6 GWh, atau setara dengan 0,21 juta ton H2.

Konsumsi ini akan terus berlanjut dan meningkat hingga mencapai 20% bus bertenaga hidrogen dengan konsumsi 1,18 juta ton pada tahun 2060.

Area kendaraan angkutan berat Kebutuhan hidrogen di wilayah ini diperkirakan mencapai 161 GWh (4,88 juta ton H2) pada tahun 2040 dan meningkat menjadi 930,6 GWh (28,2 juta ton H2) pada tahun 2060.

Sektor kereta api PT KAI berencana mengembangkan kereta api yang akan menggantikan lokomotif dengan kereta listrik yang dikombinasikan dengan bahan bakar hidrogen dan/atau baterai.

Co-firing sedang diterapkan pada sektor ketenagalistrikan untuk menggunakan hidrogen rendah karbon dan amonia pada pembangkit listrik fosil pada tahun 2030-2050, diikuti dengan penyimpanan off-grid dan pembatasan pembangkit EBT,” jelas Krishnavan (RI).