Republe.co.Id, Jakarta- Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) membeberkan berbagai kondisi penipuan yang dilakukan pihak tidak bertanggung jawab di Bank Pertanahan (BPR). Selama tahun 2024, sebanyak 19 BPR tumbang dan terpecah belah, terutama akibat tindakan curang yang dilakukan pemegang saham, direksi, bankir.
Ary Zulfik, kuasa hukum LPS, mengatakan salah satu faktor utama yang membuka peluang terjadinya kecurangan adalah lemahnya pengendalian internal. “Pengawasan pengawasan tidak berjalan di BPR yang bersangkutan dan dimanfaatkan oleh pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab,” kata Ary di Jakarta, Selasa (17/12/2024).
Lebih lanjut, ARY menemukan tiga setting utama yang sering ditemukan. Pertama, pinjaman keterlaluan dan fiktif. Jenis penipuan ini sering kali melibatkan kerja sama calon peminjam dan pejabat bank, seperti direktur atau komite investasi. Dalam beberapa kasus, potensi utang diberikan kepada pinjaman tanpa melalui proses penilaian yang memuaskan.
Nantinya, setelah pinjaman disetujui, calon peminjam memberikan “hadiah” ilegal kepada para eksekutif yang terlibat. Faktanya, kredit didistribusikan pada proyek-proyek yang tidak tersedia, dan para manajer, karyawan, secara sistematis menjadikannya komite investasi.
Dan yang lebih parahnya lagi fiksi. Padahal, proyek itu tidak ada dan dibuat serta biasa dilakukan di masyarakat, jelas Ary.
Berikutnya adalah pinjaman proyek. Cara ini berlaku bagi pemegang saham atau perbankan yang menggunakan saham orang lain, misalnya KTP, untuk mengajukan pinjaman. Dalam beberapa kasus, orang-orang yang memberikan kepercayaannya bahkan tidak menyadari bahwa hal itu seharusnya diikutsertakan.
“Jadi sebagai debitur, pinjaman itu dipinjam. Nah, karena debitur tidak tahu. Tapi ada yang tahu, bisa pinjam ganti rugi, itu juga termasuk,” kata Ary.
Kesenjangan selanjutnya adalah penyalahgunaan bank tabungan. Cara ini dilakukan dengan mengambil nasabah bank tabungan tanpa sepengetahuan pemiliknya. Pegawai bank melakukan penarikan palsu untuk menyedot deposan.
Jadi penabung menyimpan uangnya di bank, tapi menariknya tanpa tahu cara menggunakannya, jelas Ary.
Menurut ARY, ada salah satu solusi untuk mencegah terjadinya kecurangan dalam penerapan teknologi informasi (TI) BPR pada sistem perbankan. Dengan sistem informasi yang tepat, Anda dapat meningkatkan pengelolaan manajemen bank, termasuk penolakan otomatis terhadap pinjaman yang belum dilunasi.
“Jadi mungkin pemanfaatan teknologi informasi di BPR paling tidak penting agar pengelolaannya baik-baik saja,” ujarnya.