bachkim24h.com, Jakarta – Pangan berkelanjutan adalah pangan yang mudah didapat dan murah. Misalnya pangan yang dihasilkan oleh petani lokal.
Mengonsumsi makanan berkelanjutan dapat memperlambat laju pemanasan global. Penyebabnya, kekurangan pangan menyebabkan sampah. Baik sampah kemasan maupun sisa makanan.
Namun, praktik penanaman pangan masih perlu mendapat perhatian. Misalnya saja ketika menanam padi konvensional, petani seringkali menggunakan pupuk dan pestisida kimia yang berpotensi mencemari tanah. Pupuk ini berkontribusi terhadap jejak karbon.
Selain itu, masih ada lahan untuk penanaman padi yang habis terbakar. Faktanya, nasi berbahan dasar beras masih sangat tinggi karbohidrat.
Untuk itu, CEO sekaligus pendiri Food Sustainnesia Jaqualine Wijaya menganjurkan konsumsi nasi ramah lingkungan.
Pada Sabtu (8/6/2024), Jaqualine menyampaikan: “Ada cara padi yang tidak merusak lingkungan, yaitu beras organik yang tidak menggunakan bahan kimia dalam budidayanya dan tidak menggunakan air yang tercemar.”
Untuk memastikan makanan tersebut organik, carilah kemasan yang memiliki label pangan organik atau berkelanjutan. Artinya makanan tersebut telah mendapat sertifikasi organik.
“Atau jika Anda membeli protein hewani dari daging sapi, carilah telur yang diberi makan rumput dan telur ayam kampung,” kata Jacqueline.
Sayangnya, harga pangan organik di Indonesia masih tinggi. Namun, Jaqualine meyakini seiring meningkatnya permintaan dan ketersediaan pangan organik di pasar, lambat laun harga akan berubah. Artinya, harganya murah dan mudah ditemukan.
Kabar baiknya adalah tidak semua makanan di rumah harus diberi label organik. Sebab, secara alami banyak pangan yang ditanam dan disimpan dengan cara yang ramah lingkungan.
Misalnya jamur tidak membutuhkan banyak air. Petani jamur juga memanfaatkan bahan pertanian daur ulang sebagai media menanam jamur, seperti sekam kapas dan sekam jagung.
Selain itu penanaman bayam tidak mempengaruhi persediaan air dan tidak merusak tanah. Bayam yang murah dan mudah didapat ini mengandung nutrisi penting bagi tubuh. Ada juga rumput laut yang tidak membutuhkan pestisida untuk tumbuh dengan baik. Faktanya, pertumbuhan alami rumput laut dapat menyerap karbon sehingga mengurangi emisi gas rumah kaca.
Menurut Jaqualine, langkah pertama yang bisa dilakukan untuk menjalani pola makan berkelanjutan adalah memilih dan mengonsumsi makanan bergizi. Mengabaikan produksi dan distribusi dianggap lingkungan hidup.
“Mengonsumsi makanan bergizi adalah bagian penting dari pola makan berkelanjutan,” katanya.
Jacqueline mengatakan, ada banyak cara untuk mendapatkan makanan bergizi. Misalnya, Kementerian Kesehatan telah menerbitkan panduan komprehensif untuk mengisi piring saya. Pedoman tersebut merekomendasikan satu piring harus berisi 50 persen buah dan sayur, 50 persen karbohidrat dan protein.
“Untuk memenuhi porsi buah dan sayur yang dianjurkan, kita bisa memanfaatkan pangan lokal yang bervariasi, mendapatkan nutrisi yang baik dari berbagai tempat. Jadi sebaiknya jangan sampai memilih makanan yang sama.”
Menekankan pentingnya swasembada pangan di masa depan, Jacqueline mengatakan: “Sebagian besar makanan kita akan mendukung keanekaragaman hayati, yang sangat penting untuk melestarikan lingkungan dan melestarikan sumber daya alam.”
Jaqualine juga menyarankan agar masyarakat mengombinasikan protein nabati dan hewani, namun memaksimalkan porsi protein nabati.
“Kita tidak harus menghilangkan daging dari menu sehari-hari. Sesekali boleh saja mengonsumsi makanan olahan seperti sosis. Namun, campurkan dengan makanan matang dan makanan yang kurang diproses seperti sayur panggang dalam porsi besar.”
Makanan segar yang paling umum di Indonesia adalah buah-buahan. Namun di negara lain ada sayuran musiman yang disebut Misalnya, di Inggris, bulan Juni adalah musim selada, bawang bombay, dan bayam. Sementara itu, kacang polong, asparagus, dan buncis sedang musimnya di Amerika Serikat pada bulan Mei.